Stunting Merosot Tajam, Lembata Dipuji, Kini Publik Menagih Bukti Lanjutan

TANDA Penghargaan dari Kementerian Kesehatan RI kepada Bupati Lembata pada 12 November 2025 bukan sekadar seremoni serah terima di panggung Jakarta. Ia adalah cermin bahwa kerja kolaboratif sebuah daerah kecil di Nusa Tenggara Timur dapat menembus batas keraguan dan menunjukkan hasil nyata dalam menurunkan stunting yang menjadi isu kesehatan yang selama bertahun-tahun membayangi masa depan anak-anak Indonesia.

Capaian Lembata patut dicatat. Angka stunting tahun 2024 berada pada posisi 7,90 persen, jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata Provinsi NTT yang masih di angka 15,20 persen. Selisih itu bukan hasil kebetulan. Ia lahir dari rangkaian intervensi terukur, penguatan layanan di desa-desa, serta kedisiplinan lintas sektor dalam mengawal kesehatan ibu dan anak.

Penghargaan ini sekaligus menjadi pengakuan negara atas kerja panjang pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, pihak swasta, lembaga pendamping, dan terutama masyarakat Lembata sendiri.

Di balik pencapaian statistik itu juga, ada para bidan desa yang berjalan dari dusun ke dusun, petugas gizi yang sabar memantau tumbuh kembang balita, kader posyandu yang tekun menggerakkan warga, serta para kepala puskesmas yang memikul tanggung jawab layanan dasar di medan yang tidak selalu bersahabat.

Kepada mereka, pemerintah daerah dengan tepat memberikan penghormatan. Mereka adalah garda terdepan, dan pahlawan yang membuat penghargaan ini mungkin terwujud.

Namun sebuah penghargaan, betapapun membanggakannya, tidak boleh meninabobokan. Ia harus menjadi penanda bahwa sebuah perjalanan belum selesai. Justru ketika Lembata memperoleh pengakuan nasional, publik berhak mengharapkan konsistensi, ketelitian data, serta keberlanjutan program yang lebih kuat.

Bupati Lembata, Petrus Kanisius Tuaq kepada katawarga.id Rabu 19 November 2025 menegaskan, bahwa pekerjaan besar masih menanti dengan memperkuat layanan kesehatan ibu dan anak, memperbaiki basis data intervensi gizi, menghidupkan kembali posyandu sebagai simpul edukasi, dan memastikan setiap desa memahami perannya dalam pencegahan stunting. Di sinilah pentingnya kepemimpinan yang mampu menjaga ritme kolaborasi, mulai dari camat, kepala desa, hingga tokoh masyarakat.

Kesehatan bukan sektor yang dapat bekerja sendiri. Ia berkaitan dengan sanitasi, ekonomi keluarga, budaya pangan, hingga kemandirian pertanian yang kini sedang dibangun melalui visi Nelayan, Tani, dan Ternak. Di titik ini Bupati Kanis Tuaq berpesan bahwa tidak boleh ada satupun anak yang tertinggal, bukanlah slogan, melainkan komitmen moral yang harus terus diuji dalam tindakan.

Lembata memang sedang bangkit. Tetapi kebangkitan itu hanya akan bermakna jika dikelola dengan ketekunan, keberpihakan, dan transparansi.

Penghargaan ini adalah dorongan sekaligus pengingat, bahwa daerah kecil pun bisa menjadi teladan ketika warganya bergerak bersama.

Dan benar, Lembata tidak maju karena hebatnya satu orang. Ia maju karena kesediaan seluruh rakyatnya berjalan dalam arah yang sama.

Tugas berikutnya sudah menanti. Saatnya bekerja lebih ulet, lebih presisi, dan lebih dekat dengan masyarakat. Karena masa depan Lembata sehat, lestari, dan berdaya saing tidak menunggu. Ia harus dijemput, mulai dari hari ini.(*)