Dinkes Lembata Akui Sulit Pantau Ratusan Pekerja Seks, Risiko HIV/AIDS Makin Mengintai

ISU keberadaan ratusan pekerja seks, baik langsung maupun tidak langsung, kembali mencuat di Kabupaten Lembata. Fenomena ini sejak lama menjadi sorotan publik, namun hingga kini Dinas Kesehatan setempat masih kesulitan melakukan pemantauan, padahal risiko penularan HIV/AIDS terus mengintai.

Hal ini disampaikan Penatakelola Layanan Kesehatan Orang dengan Risiko Terinfeksi HIV/AIDS Dinkes Lembata, Darius Baki Akamaking, SKM atau yang akrab disapa Darko, dalam Lokakarya Mini Lintas Sektor Puskesmas Balauring, Kamis (25/9/2025).

Darko menegaskan, pekerja seks termasuk dalam delapan populasi kunci sesuai Permenkes Nomor 6 Tahun 2024 yang wajib mendapat perhatian khusus dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Idealnya, mereka harus dipetakan, diberi edukasi, konseling, dan diperiksa secara berkala.

“Kalau ada yang terinfeksi HIV, harus ditangani seperti prosedur biasa untuk ODHIV. Sayangnya, sampai sekarang upaya itu belum bisa maksimal dilakukan,” ujarnya.

Menurut Darko, pekerja seks di tempat hiburan masih relatif mudah dipantau karena terpusat dan ada kerjasama dari pemilik usaha. Namun berbeda dengan pekerja seks jalanan yang jumlahnya diperkirakan mencapai 500 orang.

“Itu yang paling sulit dijangkau,” imbuhnya.

Kesulitan ini, kata Darko, bukan tanpa alasan. Pertama, strategi penjangkauan butuh kepekaan khusus karena menyentuh aspek moral dan kemanusiaan. Kedua, alokasi anggaran penanggulangan HIV/AIDS yang minim.

“Rata-rata setahun hanya tujuh atau delapan juta. Dengan angka itu, mau buat apa?” katanya retoris.

Kegiatan lokakarya yang berlangsung di Aula Kantor Camat Omesuri ini dibuka oleh Sekcam Omesuri, Marselinus Dorong, S.Kom, dan dihadiri berbagai unsur, mulai dari Dinkes Lembata, aparat TNI/Polri, para kepala desa, hingga para guru dan tenaga kesehatan.

Sementara itu, Kepala Puskesmas Balauring, Petrus Nama Ola, SKM, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor.

“Kami dari Puskesmas siap mendukung tenaga, tapi semua desa juga harus bergerak. Sosialisasi dan pemeriksaan kesehatan harus digencarkan,” pungkasnya.(*)