PARA PETANI di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) tengah menghadapi kebingungan besar setelah panen jagung hibrida tahun ini. Melimpahnya hasil panen yang semula membawa harapan, justru kini berubah menjadi keresahan, lantaran belum adanya kejelasan pasar untuk menjual hasil pertanian mereka.
Sejumlah petani di Kecamatan Ile Ape, mengaku bahwa meskipun jagung yang mereka tanam tumbuh subur dan menghasilkan panen melimpah, namun hingga kini belum ada pembeli yang datang ataupun kepastian dari pemerintah daerah terkait penyerapan hasil panen.
Para petani sendiri mengaku sudah bekerja keras dari tanam sampai panen, tapi sekarang mereka bingung mau jual ke mana.
“Kalau disimpan terus juga takut rusak,” ujar Bala Nihan, salah satu petani di kecamatan itu, Senin 28 April 2025.
Menurut Yulius, banyak petani tergiur menanam jagung hibrida karena program pemerintah yang mendorong diversifikasi pertanian dan menjanjikan dukungan pasar.
Namun, kata dia, realitas di lapangan berbeda. Dulu, katanya ada pembeli dari luar atau Bulog, tapi sekarang tidak ada kabar.
Mereka minta pemerintah Lembata segera bantu mencarikan solusi.
Sulitnya menjual jagung hibrida ini diperparah oleh terbatasnya akses ke pasar yang lebih besar. Infrastruktur jalan yang rusak serta mahalnya biaya transportasi menjadi tantangan tambahan bagi petani untuk menjual jagung ke kota-kota besar di NTT ataupun keluar pulau.
Sementara itu, hampir di berbagai kesempatan Pemerintah Lembata mengaku kalau pihaknya tengah berupaya menjalin koordinasi dengan beberapa perusahaan pangan untuk menyerap hasil jagung dari petani.
Salah satu perusahaan yang menurut Pemerintah Lembata siap membeli jagung di Lembata adalah Bulog. Perusahaan plat merah ini dikabarkan sudah bersepakat menampung hasil produksi jagung dari petani di Lembata.
“Pemerintah bilang satu kilo Rp.5.500,” ucapnya.
Meski demikian, sampai dengan sekarang, belum ada perusahaan mitra pemerintah itu hadir membeli jagung dari para petani.
Petani berharap ada intervensi cepat agar hasil jerih payah mereka tidak sia-sia. Mereka juga meminta adanya pembinaan lanjutan, termasuk membuka akses ke pasar dan membantu proses distribusi hasil pertanian.
“Jangan hanya disuruh tanam, tapi setelah panen juga harus ada yang bantu kami jual,” tutup Bala Nihan.(*)