No Result
View All Result
ANGGOTA DPRD Lembata, Yoseph Boli Muda, dari Fraksi PKB, mendesak Bupati Lembata Petrus Kanisius Tuaq untuk meninjau kembali keputusannya membebastugaskan Fransiska Listiyanti Toja dari jabatan Kepala Puskesmas (Kapus) Loang.
Menurut Yoseph, keputusan itu bukan hanya tidak berdasar, tapi juga mencederai akal sehat birokrasi.
Langkah Bupati Kanis Tuaq mencopot Fransiska didasarkan pada telaahan 12 pegawai Puskesmas Loang yang dikirim ke bupati pada 28 September 2025. Namun, setelah menelusuri isi surat itu, Yoseph menilai telaahan tersebut minim substansi dan sarat sentimen pribadi.
“Tidak ada kesalahan fatal, tidak ada pelanggaran besar. Hanya hal-hal remeh-temeh, jauh dari substantif,” tegas Yoseph saat diwawancarai katawarga.id, Selasa, 14 Oktober 2025.
Politisi kawakan asal Desa Mingar, Kecamatan Nagawutung ini mengaku, informasi pencopotan Fransiska pertama kali ia dengar langsung dari masyarakat dan para kepala desa di Nagawutung. Setelah memastikan kabar itu, dia terkejut ketika Fransiska membenarkan bahwa ia telah digeser dari jabatannya, dan posisinya kini diisi oleh pelaksana harian (Plh) yang belakangan diketahui sebagai salah satu dari pelapor.
Berdasarkan penelusurannya, Yoseph menemukan bahwa 12 pegawai yang menandatangani telaahan itu justru memiliki rekam jejak buruk. Mereka selalu terlambat ke kantor dan sering absen saat jam kerja, dan bahkan enggan mendukung inovasi yang dibawa Fransiska.
“Mereka tidak mau ada perubahan. Suka berleha-leha dan tidak suka dukung kerja-kerja Puskesmas. Ini perbuatan jahat,” ujar Yoseph tajam.
Lebih jauh, Yoseph menuding bahwa dari dua belas penandatangan telaahan itu, ada satu orang yang menjadi otak di balik semua intrik.
“Saya tahu betul siapa dalangnya. Itu oknum X. Dia punya kepentingan besar untuk singkirkan Ibu Fransiska,” ucapnya tegas.
Sebagai wakil rakyat dari Dapil Atadei, Nagawutung, dan Wulandoni, Yoseph mengaku mengikuti betul perkembangan Puskesmas Loang selama satu dekade terakhir. Ia menyebut Fransiska sebagai sosok reformis yang membawa perubahan nyata di sektor kesehatan Nagawutung.
“Dia dan timnya kerja habis-habisan untuk urus Nagawutung ini. Jangan karena kepentingan sempit, korbankan orang berprestasi,” tegasnya.
Di bawah kepemimpinan Fransiska, lanjut Yoseph, Puskesmas Loang menjelma jadi teladan pelayanan kesehatan di NTT. Beberapa capaian monumental tercatat di masa kepemimpinannya, mulai dari meraih Akreditasi Paripurna dari Kementerian Kesehatan RI, menurunkan angka stunting dari 65 kasus menjadi hanya 19, dengan 7 desa berstatus zero stunting, menggagas program Gelekat Naga (Gerakan Layanan Kesehatan Terpadu) yang memperluas akses layanan ke pelosok, hingga menciptakan inovasi Kalender Mama dan Kalender Mamih untuk pemantauan gizi ibu dan anak.
Tak hanya itu, Fransiskus juga tengah menjadikan Puskesmas Loang sebagai Pilot Project Integrasi Layanan Primer (ILP) di Kabupaten Lembata.
Dirinya juga berhasil meningkatkan kontribusi PAD dari Rp91,9 juta (2023) menjadi Rp109 juta (2024), meraih penghargaan dari BPJS Kesehatan Maumere atas capaian skrining tertinggi, bahkan menjadi Tenaga Kesehatan Teladan Nasional 2024, sekaligus mewakili NTT ke Singapura.
Di bawah binaannya, Kader Kesehatan Desa Baobolak bahkan meraih Juara Nasional Kader Penyuluh Berprestasi 2024—sebuah bukti konkret bahwa sistem kerja Fransiska membuahkan hasil nyata.
Namun kini, semua capaian itu seperti tak punya nilai di mata birokrasi.
“Kalau orang seperti dia disingkirkan karena intrik, maka kita sedang menghukum prestasi,” ujar Yoseph geram.
Ia berjanji akan membawa persoalan ini ke Sidang Paripurna DPRD Lembata untuk dibahas secara terbuka. Sekaligus mendesak pemerintah daerah menjelaskan dasar hukum pencopotan tersebut.
“Mewakili masyarakat Nagawutung kami tetap pertahankan dia jadi Kapus,” tandasnya.(*)
No Result
View All Result