Bupati Kanis Tuaq Canangkan Lembata Bebas Rabies 2030

PEMERINTAH Kabupaten Lembata resmi mencanangkan Gerakan Lembata Bebas Rabies 2030, bertepatan dengan peringatan Hari Rabies Sedunia, Minggu (28/9/2025). Kegiatan yang dipusatkan di Desa Bolibean, Kecamatan Nagawutun ini menjadi momentum penting untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap bahaya rabies dan pentingnya vaksinasi hewan peliharaan.

Pencanangan ditandai dengan serangkaian kegiatan mulai dari sosialisasi dan vaksinasi rabies, penandatanganan peraturan desa tentang kesehatan, hingga deklarasi bersama, yang dipimpin langsung oleh Bupati Lembata, Petrus Kanisius Tuaq.

Suasana acara kian khidmat dengan dimulainya Perayaan Ekaristi Kudus di Stasi Kapela St. Petrus Bolibean, dilanjutkan penyambutan adat khas Bolibean yang menggambarkan semangat gotong royong masyarakat. Turut hadir para pimpinan OPD, Camat Nagawutung, Kepala Desa Bolibean, serta masyarakat setempat yang memenuhi lokasi kegiatan.

Dalam sambutannya, Bupati Kanisius Tuaq menegaskan bahwa rabies, yang kerap disebut masyarakat sebagai penyakit anjing gila, bukan sekadar isu kesehatan hewan, tetapi ancaman nyata bagi keselamatan manusia.

“Rabies adalah penyakit berbahaya yang menyerang sistem saraf dan bisa berujung pada kematian. Di Lembata, rabies masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat,” tegas Bupati.

Bupati juga membeberkan data yang cukup mengkhawatirkan. Dalam beberapa tahun terakhir, masih ada korban jiwa akibat rabies. Tahun 2018 tercatat satu korban meninggal, tahun 2024 dua kasus di Nubatukan dan Atadei, dan tahun 2025 kembali satu korban di Lebatukan.

“Januari hingga Juli tahun ini saja ada 941 gigitan, bahkan satu orang meninggal dunia. Ini menjadi perhatian serius kita semua,” ujarnya.

Meski vaksinasi rabies telah dilakukan oleh pemerintah, cakupan vaksinasinya masih rendah—baru sekitar 48–50 persen, jauh dari target ideal 70 persen. Di Desa Bolibean sendiri, dari 70 ekor anjing yang ditargetkan divaksin, baru 50 ekor yang berhasil dijangkau.

“Masih banyak pemilik anjing yang menghindar saat petugas datang. Mulai hari ini, saya ajak kita semua ubah mindset. Jangan anggap enteng rabies. Ini penyakit mematikan, dan vaksinasi adalah langkah paling murah serta efektif,” tegasnya.

Menurut Bupati, Gerakan Lembata Bebas Rabies 2030 bukan sekadar seremoni, melainkan komitmen nyata pemerintah bersama masyarakat untuk mewujudkan Lembata yang sehat dan aman dari rabies. Ia juga menekankan pendekatan One Health, yang memandang kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan sebagai satu kesatuan yang saling terkait.

“Cintai Lembata mulai dari langkah kecil: vaksin anjing kita. Jika kita lakukan bersama dan rutin, saya yakin tahun 2030 kita bisa mendeklarasikan Lembata bebas rabies,” ungkapnya penuh optimisme.

Tak hanya bicara soal kesehatan, Bupati juga menyinggung program penguatan ekonomi produktif berbasis desa. Ia mengajak masyarakat untuk mengembangkan usaha ayam pedaging dengan dukungan pemerintah dalam penyediaan pakan, pengolahan, hingga pemasaran berbasis timbang agar lebih adil bagi peternak.

Selain itu, pemerintah juga meluncurkan Kartu Pariwisata Lembata, inovasi yang berfungsi sebagai identitas wisatawan sekaligus memberikan kemudahan akses ke berbagai destinasi wisata. Langkah ini menjadi bagian dari program unggulan pengembangan pariwisata terpadu berbasis budaya dan kearifan lokal.

“Keberhasilan pengendalian rabies akan berdampak positif bagi citra Lembata sebagai daerah yang sehat, aman, dan ramah wisatawan. Ini akan menopang kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan,” tandas Bupati.

Sebagai tanda pencanangan, kegiatan ditutup dengan penyerahan desinfektan rabies secara simbolis, vaksinasi anjing milik warga, dan penandatanganan peraturan desa tentang kesehatan.

Gerakan ini menjadi langkah nyata menuju Lembata yang lebih sehat, tangguh, dan berdaya—dari desa, untuk masa depan bebas rabies tahun 2030. (Prokompim Kab. Lembata – NTT)