DUGAAN PELANGGARAN PEMILU di Desa Panama Kecamatan Buyasuri Kabupaten Lembata pada Kamis 14 Februari 2024 lalu sangat menyita konsentrasi Bawaslu Kabupaten Lembata dalam memberikan keputusannya. Pasalnya, masalah itu diduga kuat diskenariokan di tingkat desa dengan melibatkan semua elemen desa termasuk pihak penyelenggara pemilu.
Penyelenggara pemilu di sana terkesan tidak profesional dan tidak menjunjung tinggi asas pemilu Luber Jurdil. Penyelenggara pemilu dinilai secara sadar dan dengan tahu dan mau mendiamkan persoalan itu.
Informasi ini disampaikan Gregorius Amo, caleg PKB Dapil 3 Kabupaten Lembata pada Kamis 22 Februari 2024.
Anggota DPRD Lembata aktif ini menuturkan bahwa, dugaan pelanggaran pemilu itu terjadi di TPS 002 dan TPS 005 Desa Panama, Kecamatan Buyasuri.
Di TPS 002, Goris berujar, pemilih atas nama Lusia Lolon terpaksa tidak ikut mencoblos karena mendapat penolakan dari penyelanggara pemilu.
“Ibu Lusia Lolon juga sudah mengaku semua,” ujarnya.
Menurut dia, penolakan yang dilakukan oleh KPPS masuk dalam Tindak Pidana Kejahatan Pemilu dan diatur oleh UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 510 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta”.
Masalah ini menurutnya harus diselesaikan menggunakan tata cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilu yang diatur dalam Pasal 317 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang merupakan dasar hukum bagi Bawaslu kabupaten/kota dalam rangka pengawasan untuk meneruskan temuan dan laporan tentang pelanggaran tindak pidana pemilu kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Selanjutnya Pasal 476 disebutkan Laporan Bawaslu dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1X24 jam kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan terlebih dahulu dikordinasikan dengan unsur kejaksaan dan kepolisian yang tergabung di dalam Gakkumdu. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterima laporan harus menyampaikan hasil penyidikan beserta berkas perkara kepada Penuntut Umum.
“Karena itu kami masih menunggu hasil investigasi Bawaslu yang profesional untuk bisa memastikan kejadian ini termasuk kejahatan pemilu atau tidak,” ungkapnya.
Hal serupa terjadi di TPS 005, disana, pemilih atas Jefrianus Wahin Bapaq menggunakan hak pilihnya dengan membawa kopian KTP Makassar sebagai syarat untuk mencoblos. Namun fatalnya, petugas KPPS memberikan lima surat suara yakni surat suara Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten untuk dia coblos.
Menurutnya hal ini perlu disikapi secara serius oleh pihak Bawaslu kabupaten Lembata karena aturan pemilu telah mengisyaratkan kepada pemilih untuk menunjukan bukti diri dengan kartu tanda penduduk elektronik.
Terhadap masalah di TPS 002 dan TPS 005 dalam surat laporan tertanggal 17 Februari 2024 sudah dilengkapi dengan bukti saksi-saksi dan dokumen pendukung rekaman audio visual pengakuan saudara Jefrianus Wahin Bapaq.
Terkait dengan batas waktu Pemungutan Suara Ulang di TPS dilaksanakan paling lama 10 hari setelah pemungutan suara berdasarkan Keputusan KPU Kabupaten/Kota yang batas akhir tanggal 24 Februari 2024.
Sebagai anggota DPRD kabupaten Lembata dalam menjalankan fungsi pengawasan penyelenggaraan pemilu, Gergorius Amo berharap agar Bawaslu Kabupaten Lembata lebih proaktif untuk melakukan investigasi terhadap masalah berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Pihak penyelenggara pemilu juga diminta peka dan tidak memberi kesan ada pembiaran masalah secara berjenjang. Bahkan, ia mendesak penyelenggara pemilu untuk cermat menyikapi semua kejadian pemilu di kabupaten Lembata berdasarkan regulasi yang ada.
“Mari bersama kita ciptakan demokrasi Lembata yang bermartabat dengan menjunjung tinggi asas pemilu Luber Jurdil, olehnya, negara harus hadir,” tandasnya.(Red)