No Result
View All Result
RAPAT Paripurna DPRD Kabupaten Lembata yang digelar pada Selasa, 6 Agustus 2025, memanas. Pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, Fransiskus Gewura, melontarkan kritik tajam terhadap Bupati dan Wakil Bupati Lembata atas sejumlah kerjasama Pemda dengan pihak ketiga yang dinilai cacat prosedur dan melanggar aturan perundang-undangan.
Dalam forum resmi yang membahas Pengajuan KUA PPAS Perubahan Tahun Anggaran 2025 itu, Gewura dengan lantang mendesak Bupati Petrus Kanisius Tuaq dan Wakil Bupati Muhammad Nasir La Ode untuk segera membatalkan dua kerjasama kontroversial yang kini jadi sorotan yakni kerjasama dengan CV Dakara Prima terkait pengelolaan Taman Kota Lewoleba, dan kerjasama dengan Universitas Bosowa Makassar, yang diteken Wakil Bupati pada 29 April 2025, menyangkut riset dan pengembangan pendidikan di Lembata.
“Saya tegaskan kepada saudara bupati Lembata, batalkan semua kerjasama ini. Itu ilegal, tidak sah, dan tidak melibatkan DPRD dalam prosesnya. Jangan main-main dengan aturan,” tegas Gewura lantang di hadapan peserta paripurna.
Menurutnya, langkah Pemda dalam menjalin kemitraan tersebut tidak hanya cacat secara hukum, tetapi juga mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan daerah.
Gewura menyebut kerjasama tersebut tidak pernah dikonsultasikan atau mendapatkan persetujuan DPRD, padahal itu adalah syarat utama dalam sistem pemerintahan yang demokratis dan berlandaskan hukum.
Dia bahkan menyebut bahwa Pemda Lembata seolah-olah menjalankan pemerintahan seperti perusahaan pribadi, tanpa menghargai mekanisme kontrol dan pengawasan legislatif.
“Mau bangun daerah dengan wawasan entrepreneurship silahkan, tapi jangan jadi penguasa yang semena-mena. Urus daerah ini harus patuh pada UU,” tegasnya lagi.
Ketua DPC PDI Perjuangan ini bahkan merujuk tiga regulasi utama yang mengatur tata cara kerjasama antara pemerintah daerah dan pihak ketiga, diantaranya, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah dan Permendagri Nomor 22 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah.
Ia menilai, Pemda Lembata di bawah kendali Bupati Kanis Tuaq dan Wakilnya Muhammad Nasir gagal memahami atau justru sengaja melanggar aturan-aturan tersebut, sehingga semua kerjasama yang dilakukan tanpa persetujuan DPRD secara substansial bisa dinyatakan batal demi hukum.
“Apa yang saya sampaikan ini harus dilaksanakan, dan tidak untuk didiskusikan. Ini perintah hukum, bukan opini politik,” pintanya.
Sikap tegas pimpinan DPRD ini sekaligus menjadi alarm keras bagi Pemda Lembata. Bila tidak segera ditindaklanjuti, maka bukan tidak mungkin praktek-praktek kerjasama tanpa landasan hukum itu akan menjadi skandal pemerintahan dan membuka peluang adanya penyalahgunaan wewenang.
Kini, sorotan publik tertuju ke meja Bupati dan Wakil Bupati. Apakah mereka akan tunduk pada desakan DPRD? Atau memilih bertahan dengan manuver-manuver hukum yang makin dipertanyakan legitimasinya? Waktu akan menjawab.(*)
No Result
View All Result