SATU PER SATU borok perdagangan rokok ilegal di Lembata mulai terbuka. Kali ini, pengusaha besar Roby Tanur membuat pengakuan mengejutkan. Dia mengatakan, rokok ilegal merek Rastel yang dijual itu dibeli dari seseorang bernama Kevin, distributor asal Larantuka. Tidak hanya itu, dia bahkan menyebut bahwa banyak toko di Lewoleba juga menjual rokok ilegal yang sama.
“Rokok Rastel itu saya ambil dari Kevin di Larantuka. Di Lewoleba juga banyak toko yang jual,” kata Roby saat dikonfirmasi wartawan, Kamis 8 Mei 2025.
Pernyataan ini jelas jadi tamparan keras bagi aparat penegak hukum. Roby tak hanya mengaku menjual rokok ilegal, tapi juga membongkar jaringan distribusi dan menyebut praktik ini sudah jadi “hal biasa” di tengah kota.
“Ini sudah lama. Saya ambil dari Kevin, pemilik Rastel di Larantuka,” ujarnya.
Pemilik Toko Himalaya ini juga bilang, 11 dus rokok Rastel yang diorder dari Larantuka itu akan akan dijual dengan harga Rp.140.000 per slop.
“1 dus ada 80 slop, biasa jual per slop, kadang juga jual eceran sesuai permintaan,” ucapnya.
Meski demikian, publik bertanya, kemana Polisi? ke mana Bea Cukai? Apa perlu semua pelaku mengaku dulu baru aparat bertindak?!
Rokok Rastel yang disebut Roby adalah produk tanpa pita cukai dan jelas-jelas melanggar Undang-Undang Cukai Nomor 39 Tahun 2007. Kerugian negara tak main-main, miliaran rupiah bisa melayang karena ulah segelintir orang yang dagang barang haram demi untung cepat.
Dan kini, publik melihat sendiri betapa bobroknya sistem pengawasan. Pengusaha bisa jual rokok ilegal tanpa rasa takut, distributor disebut dengan jelas, bahkan pengakuan soal toko-toko lain yang terlibat pun dilontarkan sendiri oleh pelaku. Tapi hasilnya? Nol besar. Tak ada tindakan nyata.
Masyarakat bertanya-tanya, apakah hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil?
Apakah nama besar bisa membeli kekebalan hukum?
Apakah aparat benar-benar tak tahu atau sengaja membiarkan?
Jika pengakuan seperti ini pun tak digubris, maka jelas: hukum di Lembata sedang dipermainkan. Dan rakyat? Mereka hanya jadi penonton dalam panggung sandiwara keadilan yang dipenuhi kebohongan dan ketidakadilan.
Meski demikian, Roby mengaku bahwa 11 dus rokok ilegal merek Rastel yang dipesan dari Larantuka pada Rabu 7 Mei 2025 itu sudah dikembalikan ke pihak distributor.
“Tadi pagi, barangnya saya sudah kembalikan ke Larantuka,” pungkasnya.
Kerjasama Roby dan Kevin
Sementara kritik tajam dilontarkan terhadap pengusaha Roby Tanur dan distributor asal Larantuka bernama Kevin, yang diduga kuat telah menjalin kerja sama gelap dalam distribusi dan penjualan rokok ilegal merek Rastel.
Tak lagi sekadar spekulasi, masyarakat mulai bersuara lantang bahwa praktik peredaran rokok ilegal di Lembata bukan sekadar aksi satu orang, melainkan jaringan terorganisir.
“Jelas ini bukan dagang biasa. Ada kerjasama kotor antara Roby dan Kevin. Barang masuk dari luar, dijual bebas di dalam. Siapa yang bisa lakukan itu kalau tanpa jaringan dan perlindungan?” ujar Rian, Pemerhati Sosial di Lembata.
Roby Tanur sendiri telah mengaku membeli rokok ilegal itu dari Kevin di Larantuka, dan bahkan menyebut bahwa banyak toko lain di Lewoleba juga ikut menjual. Fakta ini makin memperkuat dugaan publik bahwa perdagangan rokok ilegal di Lembata bukan lagi rahasia, melainkan rahasia umum yang dibiarkan.
Masyarakat pun mempertanyakan ketegasan aparat penegak hukum dan bea cukai.
“Kalau masyarakat sudah tahu, pelaku sudah ngaku, nama distributor sudah disebut, tapi aparat diam itu artinya ada pembiaran, atau lebih parah keterlibatan,” tegas Rian.
Rokok Rastel adalah barang ilegal. Tidak bercukai, tidak terdaftar, dan hasil dari perdagangan yang merugikan negara serta menghancurkan integritas hukum. Bila praktik ini dibiarkan, maka Lembata akan jadi surga bagi mafia rokok, dan neraka bagi penegakan hukum.
Desakan publik kini makin keras. Mereka ingin praktik kerjasama ilegal Roby-Kevin dibongkar.
“Bongkar jaringan, dan tangkap siapa pun yang terlibat. Kalau tidak, rakyat Lembata akan percaya bahwa hukum bukan alat keadilan, tapi alat kepentingan,” tandasnya.(*)