AKSES air bersih masih menjadi tantangan besar bagi banyak masyarakat di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah dan beberapa lembaga swadaya masyarakat, kenyataannya sejumlah desa di wilayah ini masih kesulitan mendapatkan pasokan air yang layak.
Beberapa warga mengungkapkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, mereka harus berjalan jauh ke sumber air terdekat, bahkan beberapa di antaranya harus membeli air dengan harga yang cukup mahal. Kondisi ini semakin memprihatinkan di musim kemarau, di mana sumber air alami seperti sumur dan mata air banyak yang mengering.
Salah seorang warga Desa Bungamuda, Adi Paokuma menjelaskan bahwa keluarganya harus mengeluarkan biaya tambahan setiap bulannya hanya untuk mendapatkan air bersih.
“Harus beli air dari oto tangki. Mereka isi di Lewoleba, datang jual disini. Harganya mahal, apalagi musim kemarau begini, air susah semakin susah,” katanya kepada katawarga.id, Sabtu 12 Oktober 2024.
Masalah akses air bersih di Lembata juga berdampak pada kesehatan masyarakat. Kurangnya pasokan air bersih sering kali menyebabkan meningkatnya risiko penyakit seperti diare dan penyakit kulit, terutama di kalangan anak-anak.
Keterbatasan sarana sanitasi dan air bersih ini semakin memperburuk kualitas hidup warga di beberapa wilayah.
Menanggapi hal ini, pemerintah daerah Kabupaten Lembata melalui Penjabat Bupati, Paskalis Ola Tapobali dalam sambutan memperingati HUT Otonomi Daerah Kabupaten Lembata Ke-25 pada Sabtu 12 Oktober 2024 mengakui bahwa, masalah akses air bersih masih menjadi salah satu prioritas yang harus segera diselesaikan.
Menurut dia, pihaknya secara bertahap telah membuka akses terhadap penyediaan air minum yang layak kepada 25.888 rumah tangga dari 34.231 rumah tangga dengan capaian SPM di bidang air minum sebesar 75,63%.
Meski demikian, dirinya mengakui bahwa, masih banyak rumah tangga di Lembata yang hingga sekarang belum menikmati air bersih secara layak dan sehat.
“Untuk itu, kita mendorong kolaborasi semua pihak untuk dapat mengintervensi sesuai sumber daya yang dimiliki masing-masing,” ungkap Paskalis,
Sejumlah organisasi non-pemerintah juga turut serta dalam upaya penyediaan air bersih di Lembata. Namun, keterbatasan sumber daya dan kondisi geografis yang menantang membuat upaya ini tidak selalu berjalan mulus.
Lembaga lokal dan pemerintah diharapkan dapat bekerja sama lebih erat untuk mempercepat penyediaan air bersih bagi masyarakat Lembata yang sangat membutuhkannya.
Dengan kondisi yang terus berlanjut ini dan Lembata yang sudah berada di usia ke-25, masyarakat berharap ada langkah nyata dan cepat dari berbagai pihak agar akses air bersih bisa segera terpenuhi, demi meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan penduduk Lembata.(Tim-Red/)