TIGA Pimpinan DPRD Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang baru saja dilantik beberapa waktu lalu akan segera miliki Mobil Dinas Baru.
Pengadaan mobil untuk pimpinan dewan itu disepakati bersama antara Pemerintah dan lembaga DPRD. Sumber anggarannya dari APBD murni kabupaten Lembata tahun 2024 senilai 500 juta per unit.
Meski demikian, pengadaan tiga mobil dinas tersebut memicu kontroversi dari sejumlah pihak. Kali ini, kritik itu datang dari salah satu Politisi Partai Golkar Lembata, Eman Ubuq.
Menurut dia, tiga mobil pimpinan DPRD yang lama masih layak digunakan oleh pimpinan dewan yang baru sehingga pengadaan mobil dinas baru di masa sekarang sangat tidak tepat, mengingat masih banyak kebutuhan mendesak yang harus diprioritaskan.
Masyarakat Lembata, menurut dia, akan menilai bahwa anggota dewan yang mereka pilih sedang foya-foya ditengah kehidupan daerah yang masih miskin dan melarat.
“Sekalipun aturan memungkinkan tetapi beban APBD kita untuk kepentingan rakyat harus menjadi prioritas,” ujarnya, Sabtu 21 September 2024.
Politisi asal Kedang ini juga berujar, sekarang, Pemerintah Lembata sedang dililit utang PEN ratusan miliar rupiah. Karena itu, dia berkata, DPRD harus punya tanggung jawab moral untuk tidak membebankan APBD dengan belanja pengadaan seperti itu.
“Rakyat masih susah, ada beban utang yang harus dibayar ke PT. SMI karena pinjaman dana PEN,” ungkapnya.
Tidak berhenti disitu, kritik keras juga disampaikan Erich Langobelen, Dosen Filsafat Unika Atma Jaya, Jakarta.
Menurut Ercih, anggota DPRD di Lembata hanya mementingkan Anggara untuk diri sendiri, dan bukan untuk masyarakat yang memilih mereka.
Dirinya bahkan dengan tegas menyerukan kepada anggota dewan untuk Malu karena sudah terlalu banyak anggaran habis hanya untuk mengurus DPRD dan staf terkait.
Calon Doktor di salah satu Universitas Luar Negeri ini bahkan menyebut, anggota DPRD seperti itu, sama dengan pengangguran birokratis dan dianggap sebagai beban negara.
“Enak e mereka ni. Makanya saya sering bilang, mereka kalau hanya ingat anggaran untuk diri sendiri, lupa untuk apa mereka jadi DPR, maka mereka tidak lain hanya pengangguran birokratis. Buat habis uang negara, tapi mic mati lebih banyak. Berhenti jadi beban negara. Sedih,” tegasnya ketika diwawancara.
Alumni STFK Ledalero ini juga menyoroti pemerintah daerah karena dianggap mati rasah dengan keadaan masyarakat. Bagi dia, pemerintah seharusnya lebih sensitif terhadap penderitaan masyarakat.
Anggaran yang digunakan untuk membeli mobil dinas tersebut seharusnya bisa dialokasikan untuk sektor yang lebih produktif dan berdampak langsung kepada masyarakat.
Dalam situasi sekarang, kebijakan seperti itu menurutnya, sama sekali tidak bijaksana. Ada banyak hal lain yang lebih prioritas untuk kesejahteraan rakyat dari pada membeli mobil mewah.
Sementara itu, Sekwan DPRD Lembata, Nasrun Neboq mengatakan bahwa, pengadaan mobil dinas baru sudah sesuai dengan peraturan dan standar yang berlaku.
“Anggaran untuk pembelian mobil pimpinan DPRD yang baru sudah ditetapkan dalam APBD murni Lembata 2024. Nilainya sekitar 500 juta,” katanya.
Ihwal tiga mobil pimpinan DPRD yang lama, Nasrun mengaku, segera dilakukan pemutihan dan menjadi milik tiga mantan pimpinan DPRD yakni, Piter Gero, Frans Gewura dan Begu Ibrahim.
Namun, kritikan dari politisi Golkar dan Akademisi ini mencerminkan kekhawatiran sebagian masyarakat yang menginginkan penggunaan anggaran daerah lebih tepat sasaran dan berfokus pada perbaikan pelayanan publik.
Di media sosial, sejumlah warga juga mulai menyuarakan pendapat serupa, meminta agar DPRD dan pemerintah daerah mengkaji ulang pengadaan ini.
Meski demikian, hingga saat ini belum ada tanda-tanda bahwa rencana pengadaan tersebut akan ditunda atau dibatalkan. Proses lelang pengadaan mobil dinas baru tetap berjalan sesuai jadwal, meskipun tekanan publik semakin meningkat.
DPRD Lembata kini berada di bawah sorotan, dan masyarakat berharap keputusan-keputusan yang diambil kedepannya lebih berorientasi pada kepentingan rakyat.(Tim-Red/)