Bupati Pilih ke Kupang, Sidang DPRD Lembata Ricuh, RPJMD 2025–2029 Gagal Diteken

SUASANA tenang ruang sidang DPRD Lembata berubah drastis jadi medan polemik dan ledakan emosi politik saat Bupati Petrus Kanisius Tuaq absen di momen penandatanganan dokumen vital RPJMD Lembata 2025–2029. Penyebabnya? Bupati memilih terbang ke Kupang menghadiri rapat dengan Gubernur NTT.

Agenda awal sidang paripurna berjalan sesuai skenario. Setelah penyampaian pendapat akhir seluruh fraksi terhadap rancangan RPJMD, pimpinan sidang bersiap masuk ke tahap paling krusial yakni, penandatanganan resmi dokumen RPJMD. Namun detik-detik penting itu berubah jadi drama panas ketika fraksi menyadari Bupati Kanis Tuaq tidak hadir di tempat.

Ruang sidang pun meledak. Dua fraksi besar DPRD Lembata yakni PDI Perjuangan dan PKB tanpa kompromi langsung menyatakan penolakan. Mereka dengan tegas meminta Ketua DPRD Syafrudin Sira untuk menskors sidang karena menurut mereka, penandatanganan dokumen RPJMD tidak sah tanpa dilakukan oleh bupati Lembata sendiri.

Ketegangan meningkat meski Sekretaris Daerah, Paskalis Ola Tapobali, berupaya meredam gejolak. Ia menjelaskan bahwa Bupati Kanis Tuaq terpaksa ke Kupang menghadiri rapat penting bersama Gubernur NTT yang menurutnya tidak bisa dihindari dan tidak dapat diwakilkan.

Bahkan, Paskalis juga mengatakan bahwa kehadiran Wakil Bupati Muhammad Nasir La Ode mewakili Bupati Kanis Tuaq hanya bersifat keprotokolan biasa, bukan sebagai pengambil keputusan hukum atas nama Bupati.

Namun alih-alih menenangkan, penjelasan itu justru makin menyulut api. Fraksi PDI Perjuangan dan PKB tetap bersikeras, menolak penandatanganan dilakukan hari itu juga. Mereka menganggap absennya Bupati Kanis Tuaq adalah bentuk pengabaian terhadap Lembata.

Sementara itu, tiga fraksi lainnya bersikeras agar penandatanganan tetap lanjut, meski dilakukan di luar sidang hari ini, sebagai solusi jalan tengah. Namun langkah itu tetap ditentang keras oleh dua fraksi yang menganggap hal tersebut melecehkan mekanisme sidang paripurna.

Melihat suhu yang makin memanas, Ketua DPRD Lembata Syafrudin Sira akhirnya mengambil sikap diplomatis. Ia mengatakan bahwa keputusan lanjut atau tidaknya penandatanganan RPJMD akan ditentukan oleh suara mayoritas dari seluruh fraksi.

Meski begitu, kericuhan yang sempat pecah telah mencoreng wibawa sidang dan menimbulkan pertanyaan serius di publik, apakah Bupati Kanis Tuaq mulai kehilangan kendali atas pemerintahan yang ia pimpin?

Kini, Lembata berada di titik genting. Dokumen RPJMD sebagai peta jalan pembangunan masa depan tergantung di ujung konflik antarfraksi dan absennya seorang kepala daerah.

Pertanyaannya, apakah pembangunan Lembata lima tahun kedepan akan terhambat hanya karena sang Bupati lebih memilih kursi rapat di Kupang ketimbang kehormatan sidang paripurna di rumahnya sendiri?(*)