KATAWARGA.ID – Ombudsman NTT melakukan kajian potensi maladministrasi dalam Surat Pelayanan Keterangan Tanah (SKT). Kegiatan ini menjadi tema kajian pencegahan maladministrasi Ombudsman NTT pada tahun 2024.
Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi NTT Darius Beda Daton melalui Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ola Mangu Kanisius mengatakan, kajian pencegahan itu dilatarbelakangi oleh komplain dugaan maldministrasi berulang pada pelayanan SKT oleh pemerintah desa/kelurahan dan atau pemerintah kecamatan.
Dari laporan atau komplain yang masuk ke Ombudsman NTT, Kota Kupang dan Kabupaten Kupang menempati urutan dengan sebaran laporan terbanyak di NTT.
“Pemilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh komplain dugaan maladministrasi berulang terkait penembakan pelayanan SKT oleh pemerintah desa/kelurahan dan/atau pemerintah kecamatan. Laporan masyarkat kepada Ombudsman NTT, dengan sebaran laporan terbanyak di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang,” ungkap Ola Mangu, Jumat 5 April 2024.
Kajian terhadap potensi maladministrasi ini juga menurut Ola Mangu, melewati serangkaian tahapan seperti deteksi, analisis dan saran penelitian untuk perbaikan dengan fokus pada penyempurnaan organisasi dan penyempurnaan prosedur pelayanan publik.
Ola Mangu juga mengaku bahwa tahapan deteksi atas tema kajian Ombudsman NTT ini telah diselesaikan pada kurun waktu Februari-Maret 2024. Hasil deteksi itu menurutnya, ditetapkan dalam rapat perwakilan untuk ditindaklanjuti pada tahap analisis. Setelah itu, analisis diawali dengan pengumpulan data dan penelaahan berdasarkan regulasi dan diskusi kelompok terfokus bersama para pemangku kepentingan terkait termasuk melibatkan pendapat para ahli.
Lebih jauh, Ola Mangu menguraikan bahwa kepastian pelayanan sertifikat tanah di kantor pertanahan ditentukan oleh kepastian pelayanan SKT di tingkat desa/kelurahan dan kecamatan kepada masyarakat dalam kapasitas sebagai pemohon ha katas suatu bidang tanah. Sebaliknya, penerbitan pelayanan SKT akan menimbulkan pelayanan penerbitan sertifikat tanah di kantor pertanian.
“Pelayanan pendaftaran tanah merupakan salah satu indikator kemudahan berusaha (kemudahan berbisnis), yaitu berkaitan dengan standar waktu dan biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap prosedur dalam pengurusan sertifikat tanah,” imbuh Ola Mangu
Tidak hanya itu, Ola Mangu juga berujar bahwa, standar waktu dan biaya merupakan 2 (dua) dari 6 (enam) komponen standar pelayanan publik yang harus disampaikan kepada warga masyarakat pengguna layanan (service delivery) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Komponen standar ini, diakui Ola Mangu sebagai tolok ukur mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas, dalam hal ini kualitas memberikan pelayanan (service quality).
“Kajian ini menganalisis penyebab potensi maladministrasi yaitu pelayanan SKT yang diterima warga, ringkasan dengan keterpenuhan aspek organisasi sesuai komponen standar pelayanan (manufaktur) berupa dasar hukum, sarpras/fasilitas, jumlah dan kompetensi petugas pelaksana. Serta memadukan wujud komponen standar pelayanan berupa persyaratan, prosedur, jangka waktu pelayanan, biaya/tarif, produk pelayanan dan penanganan pengaduan pada instansi pelayanan SKT,” tandas Ola Mangu. (Redaksi/)