Tunjangan Jumbo DPRD Lembata, Tamparan untuk Rakyat yang Hidup di Tengah Krisis

FORUM Parlemen Jalanan Lomblen (Formalen) meledakkan kritik pedas ke wajah kekuasaan di Lembata. Mereka menuntut Bupati Lembata, Petrus Kanisius Tuaq, segera memangkas tunjangan transportasi dan perumahan anggota DPRD yang dinilai fantastis sekaligus tidak relevan dengan kondisi fiskal daerah yang morat-marit.

Bayangkan saja, satu anggota DPRD Lembata setiap bulan diguyur tunjangan transportasi Rp17,4 juta dan tunjangan perumahan Rp9,6 juta. Dua angka gemuk ini memang sah diatur lewat Keputusan Bupati Lembata Nomor 453 Tahun 2023. Namun, bagi rakyat Lembata yang masih hidup dengan jalan rusak, krisis air bersih, dan layanan publik ala kadarnya, keputusan itu terasa seperti tamparan di siang bolong.

Lebih ironis lagi, tunjangan jumbo ini tetap dipertahankan meski PAD Lembata seret, daerah masih menanggung beban hutang pinjaman PEN, dan pemerintah pusat tengah gencar menggaungkan efisiensi anggaran.

Pernah ada secercah harapan lewat Perbup Nomor 61 Tahun 2024 yang menurunkan tunjangan transportasi jadi Rp9 juta dan perumahan Rp6 juta. Tapi langkah korektif itu ternyata cuma angin lalu, sebab dicabut dengan Perbup Nomor 1 Tahun 2025. Hasilnya, DPRD kembali berenang di kolam tunjangan jumbo.

Broin Tolok, salah satu perwakilan Formalen, tak bisa menahan geram. Ia menilai 25 anggota DPRD Lembata mestinya punya tanggung jawab moral dan kesadaran etis.

Menurut dia, seharusnya DPRD secara spontan mendesak pemangkasan tunjangan. Jangan cuci tangan dengan alasan ini keputusan periode sebelumnya. Itu sama saja menunjukkan DPRD tidak punya kepekaan terhadap kondisi daerah yang sedang sakit.

Bahkan, ia menegaskan bahwa, efisiensi anggaran yang digaungkan Presiden Prabowo mestinya dijalankan juga di Lembata.

Tak hanya Broin, Emanuel Boli, pendemo Formalen lainnya juga menyinggung uang makan minum pimpinan DPRD Lembata yang disebutnya mencapai Rp30 juta per orang per bulan.

Menurut Emanuel, Bupati Kanis Tuaq harus buka informasi ini ke publik, supaya rakyat tahu seberapa banyak para pimpinan DPRD menghabiskan anggaran daerah.

“Jika tidak segera dilakukan, maka Formalen akan kembali menggelar aksi unjuk rasa dan menduduki kantor Bupati dan DPRD Lembata,” tegas Emanuel.

Dihujani kritik keras, Bupati Lembata, Petrus Kanisius Tuaq, hanya merespons singkat. Ia berjanji akan mengundang Formalen untuk membahas Rancangan Perbup tentang Pemangkasan Tunjangan anggota DPRD Kabupaten Lembata.

Janji itu masih menggantung. Sementara rakyat Lembata terus menanti, apakah pemerintah berpihak pada publik yang kesusahan, atau tetap memanjakan para dewan dengan tunjangan gendut yang menyayat rasa keadilan?(*)