No Result
View All Result
AROMA kisruh kian menyengat dari jantung kota Lewoleba. Taman Kota Swaolsa Tite, yang dulunya digagas sebagai ruang publik terbuka berkonsep “segi empat emas multifungsi”, kini berubah jadi ladang konflik terbuka antara Camat Nubatukan Dionisius Ola Wutun dan sebuah entitas bernama CV Dakara Prima, yang belakangan diduga kuat mengambil alih pengelolaan taman tersebut.
Ketegangan ini pun berbuntut panjang. Bukan hanya menjadi polemik antar lembaga pemerintahan, tapi juga mulai memantik kritik tajam dari legislatif. Fransiskus Gewura, Pimpinan DPRD Lembata dari PDI Perjuangan, angkat bicara dengan nada kecewa yang tak bisa ditutupi.
Ketika diwawancara katawarga.id melalui sambungan telepon pada Sabu 2 Agustus 2025, Frans yang sedang mengikuti Kongres Ke-VI PDI Perjuangan di Denpasar-Bali itu menyayangkan pertentangan antara bupati dan camat hanya karena urusan Taman Kota Swaolsa Tite.
Menurut Frans, Taman Swaolsa Tite adalah bagian dari wajah kota dan simbol tata kelola pemerintahan yang seharusnya inklusif, bukan ajang rebutan kewenangan. Ia mempertanyakan langkah pemerintah daerah yang secara sepihak menyerahkan pengelolaan taman kepada pihak swasta, padahal sebelumnya pemanfaatannya sudah diserahkan ke camat.
“Pemerintah tidak perlu memaksakan diri mengalihkan pengelolaan taman kepada pihak lain, selama lokasi itu sudah menjadi tanggung jawab camat. Camat itu bukan hanya menjalankan tugas atributif, tapi juga tugas delegatif membantu bupati menjalankan roda pemerintahan di wilayah,” jelasnya.
Sebagai mantan Camat Nubatukan tahun 2005–2012 dan perancang awal desain taman tersebut, Frans merasa punya ikatan historis sekaligus tanggung jawab moral atas masa depan taman itu.
Menurutnya, dalam kasus ini, yang seharusnya jadi prioritas adalah menyelesaikan persoalan tanah di taman tersebut. Jika benar ada status hak milik yang masih dalam sengketa atau tumpang tindih, itu yang harus diselesaikan terlebih dahulu bukan langsung lempar tanggung jawab ke pihak ketiga.
“Bukankah itu justru memperlihatkan seorang pemimpin yang lemah konsep dan minim kreativitas?” tanya Frans retoris, seolah mengirim pesan keras ke Bupati Petrus Kanisius Tuaq.
Bahkan Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Lembata ini menyampaikan kesiapan dirinya dan para camat lainnya untuk membantu menyelesaikan persoalan tanah, asal pemerintah bersungguh-sungguh mengembalikan fungsi taman ke konsep awal.
“Kalau pemerintah serius, kami siap bantu. Harapan kami cuma satu, taman kota itu dikembalikan ke desain awalnya, yakni segi empat emas yang multifungsi. Bukan taman yang dikuasai oleh kepentingan sempit,” pungkas Frans.
Kisruh ini menandai kegagalan koordinasi lintas lini di tubuh Pemkab Lembata. Taman kota yang seharusnya menjadi ruang relaksasi warga, kini justru jadi medan tarik ulur kepentingan. Jika dibiarkan, bisa saja “segi empat emas” itu berubah jadi “segi empat konflik.(*)
No Result
View All Result