WARGA Desa Lamawolo, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur menjadi peserta lokakarya pengembangan materi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) guna memitigasi risiko bencana.
Lokakarya ini diselenggarakan oleh Yayasan Idep bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Masyarakat Lembata (Barakat) pada Jumat 28 Mei 2025.
Program yang diusung dalam lokakarya ini adalah, Dreams 2, Disaster Resilience Through Education, Adaptation, and Mitigation Strategies, dengan tema Pengembangan Materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) guna memitigasi risiko bencana.
Staf Yayasan Barakat, Marselina Serly Maran menjelaskan bahwa, materi KIE tersebut diadopsi dari kearifan lokal masyarakat terkait mitigasi bencana yang sudah berlaku turun temurun.
Dalam kegiatan ini, kata Serly, Yayasan IDEP dan Barajat juga melakukan validasi Peta Risiko Bencana kepada sedikitnya 30 anggota Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB).
Menurut dia, perubahan iklim saat ini menjadi tantangan global yang sedang mengancam berbagai sektor kehidupan, beberapa diantaranya adalah pertanian dan perikanan yang menjadi sumber penghidupan utama masyarakat di wilayah pesisir dan pedesaan.
“Perubahan suhu, curah hujan yang tidak menentu, serta meningkatnya frekuensi bencana seperti banjir, kekeringan, dan badai menyebabkan kerusakan ekosistem, gagal panen, dan menurunnya hasil tangkapan laut,” ujar Sherly.
Serly berujar, peristiwa banjir bandang akibat Siklon Tropis Seroja yang melanda Desa Lamawolo dan Desa Waimatan pada tahun 2021 memperparah kerentanan masyarakat terhadap ancaman tersebut. Banyak lahan pertanian rusak, dan ketahanan pangan menjadi semakin terancam.
Karena itu, menurutnya, Yayasan INDEP dan Barakat hadir untuk memberikan edukasi mitigasi kepada masyarakat yang masuk kategori kelompok rentan pasca bencana banjir bandang yang melanda Desa Lamawolo di 2021 silam.
Sementara itu, Project Manager Yayasan IDEP, Ketut Listyani Sri Rejeki menjelaskan, IDEP Selaras Alam bermitra dengan BARAKAT melalui program (Disaster Resilience through Education, Adaptation, and Mitigation Strategies (DREAMS) berupaya memperkuat ketahanan komunitas dengan meningkatkan kapasitas masyarakat melalui pendekatan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) berbasis komunitas.
Program ini mencakup pelatihan PRB, pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli Bencana (KMPB), penyusunan rencana kontinjensi, simulasi bencana, serta pelatihan permakultur sebagai pendekatan terpadu untuk konservasi lingkungan dan produksi pangan berkelanjutan.
Untuk memperkuat pemahaman dan mengingatkan kembali para penerima manfaat atas praktik-praktik baik yang telah diperkenalkan dalam pelatihan PRB dan mitigasi iklim berbasis permakultur, diperlukan penguatan melalui pendekatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE).
Menurutnya, lokakarya KIE ini menjadi penting sebagai sarana penyampaian informasi secara lebih luas, baik kepada para penerima manfaat maupun masyarakat umum yang belum mengikuti pelatihan sebelumnya.
Melalui penyampaian materi dalam berbagai bentuk media komunikasi, lokakarya ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Selain itu, pada hari terakhir lokakarya KIE juga akan diselenggarakan kegiatan lokakarya validasi peta partisipatif, sebagai tindak lanjut dari proses pemetaan partisipatif yang telah dilakukan sebelumnya bersama masyarakat. Validasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa hasil peta yang telah disusun benar-benar merefleksikan kondisi, pengetahuan lokal, dan potensi risiko yang ada di wilayah masing-masing desa.
Kepala Desa Lamawolo, Antonius Ngaji berharap 30 anggota kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB), dapat melaksanakan hasil lokakarya tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pada hari pertama lokakarya KIE ini, Nicolaus Sulistyo Dwicahyo membawakan materi media dalam konteks penyebaran informasi dan pendidikan masyarakat berharap semoga dengan cara menyenangkan.
“Kita buat cerita dongeng, poster, lagu yang mampu memitigasi bencana di Desa Lamawolo. Kegiatan ini tidak hanya mendukung keberlanjutan praktik-praktik pengurangan risiko bencana dan permakultur, tetapi juga mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam membangun ketangguhan bersama,” ucap Nicolaus.(*)