LEMBATA – Perayaan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas pada 2 Mei 2023 berlangsung meriah di Kantor Bupati Lembata. Sebanyak 2265 siswa dan guru perwakilan dari 9 kecamatan menutup perayaan Hardiknas dengan menari dolo-dolo ‘Gampang Hala’ di depan halaman Kantor Bupati Lembata.
Tarian massal ini menyedot perhatian masyarakat sekitar. Dolo-dolo ‘Gampang Hala’ menjadi penutup dari keseluruhan rangkaian peringatan Hardiknas yang dimulai dengan karnaval, pameran dan aneka perlombaan.
Penjabat Bupati Lembata Marsianus Jawa dan jajaran kepala dinas pun bergabung dalam tarian tersebut, diikuti guru dan siswa lainnya. Marsianus bahkan mengapresiasi penyelenggaraan Hardiknas yang sangat meriah dan bernuansa budaya tersebut.
“Kekayaan budaya kita yang luar biasa dan kita bangga dengan itu,” kata Marsianus Jawa.
Menurut dia, saling berpegang tangan dalam tarian dolo-dolo menunjukkan adanya hubungan erat sesama masyarakat.
Lebih dari itu, Kepala Dinas Pendidikan Anselmus Ola mengatakan kurikulum berbasis budaya yang sudah digarap sudah mencapai 90 persen dan sampai pada tahap evaluasi. Dia memastikan pada tahun ajaran baru kurikulum itu sudah bisa diterapkan di semua sekolah di Lembata.
“Kita mau jadikan orang Lembata sebagai orang Lembata dan anak anak adalah investasi masa depan kita,” tegas Anselmus.
Sebelumnya, Anselmus menyebutkan ketika anak tidak memahami suatu hal maka dianggap bodoh. Padahal anak unggul dalam hal yang lain.
Bahkan, seringkali pelabelan “bodoh” justru datang dari orang-orang yang berada di lembaga pendidikan.
Ketika anak kurang di aspek kognitif, tetap dianggap bodoh meskipun unggul di aspek psikomotorik maupun afektif.
Letak kesalahannya adalah standarisasi kecerdasan anak yang selalu berpatok pada aspek kognitif lalu mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik.
Begitupun cara melihat daya serap anak yang berbeda-beda. Seolah semua anak memiliki kemampuan yang sama untuk menyerap pengetahuan.
Padahal kemampuan setiap anak berbeda. Ada yang harus menulis untuk bisa memahami, ada yang hanya cukup mendengar dan ada pula yang harus terlibat langsung dalam model pembelajaran kontekstual.
Dia menegaskan, tidak ada anak yang terlahir bodoh. Sebab setiap anak diciptakan dengan keunikan masing-masing.
“Jangan berpikir bangun sekolah saja tapi juga berpikir tentang bagaimana guru ini punya kemampuan dan tingkatkan,” jelas Anselmus.
Penegasan Anselmus ini secara tidak langsung menitikberatkan pengetahuan tenaga pendidik yang perlu diperbaharui sesuai dengan perkembangan zaman.
Teori pembelajaran yang diterapkan di sekolah masih ada yang menggunakan pendekatan Behaviorisme, yang mana ketika peserta didik tidak mencapai tujuan pembelajaran akan mendapat sanksi.
Sayangnya perkembangan zaman hari ini tidak memungkinkan pendekatan ini dilaksanakan. “Anak menjadi baik sangat tergantung dari guru. Sehingga kualitas guru harus diperhatikan ke depan,” tandasnya.(red)