LEMBATA – Meski proses Pemilihan Legislatif masih berlangsung Februari 2024, namun kecurangan para politikus juga pembina Politik di Desa sudah mulai terlihat.
Entah karena takut kekuasaannya lenyap, langkah para politikus itu bahkan nekat melabrak aturan dengan memanfaatkan pengaruh kepala desa sebagai pembina politik di desa.
Di Desa Nubamado, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata, NTT, kepala Desa setempat diprotes warganya, karena terang terangan mengarahkan warganya untuk memilih tiga anggota DPRD yang diproyeksi maju lagi dalam pemilihan legislatif 2024.
“Kades omong bahwa
Bapa mama, tida lama lagi ada pemilihan legislatif, jadi kalau mau pilih maka pilih orang yang selama ini punya kontribusi untuk desa kita, yang selama ini bantu desa kita, jangan pilih orang lain. Orang-orang kita yang selama ini bantu kita adalah BI, FG dan LK
FG itu dia kasih kita uang tujuh ratus ribu untuk kita Natal dan Tahun Baru bersama itu ka Bapa mama, yang bapa mama isap rokok, minum bir jo kita joget itu ka. Jadi kalau mau pilih jangan pilih orang lain, pilih orang-orang kita,” ungkap warga Nubamado berinisial AU, meniru ucapan Kepala Desa Nubamado.
Ia menyebut, pertemuan tersebut, dihadiri mantan Penjabat Kepala Desa, Ketua BPD dan sekitar 70 warga.
Kades Nubamado, Maria Maximilla Ingir bahkan menantang Ketua BPD Desa Setempat, Petrus Labi Wutun untuk mengadukan persoalan tersebut kemanapun.
Teguran untuk tidak berpolitik praktis kepada Kades yang dikenal arogan itu, disampaikan Ketua BPD desa setempat karena berdasarkan UU Desa Nomor 6 tahun 2014.
Di dalam UU Desa Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, pasal 51 (huruf G), ditegaskan, Kepala Desa dilarang menjadi pengurus Parpol.
Huruf J, kepala Desa dilarang untuk ikut serta atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum.
Adapun sanksinya berupa sanksi, mulai dari sanksi administratif, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap sampai dengan sanksi pidana berupa kurungan dan denda.
Berikut sanksi-sanksi yang bisa diberikan kepada Kepala Desa, perangkat desa dan BPD yang terlibat dalam politik praktis.
UU Nomor 6 Tahun 2016 Pasal 188 Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah).
UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 490 Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 494 Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Berdasarkan penjelasan diatas, sudah sangat jelas bahwa Kepala Desa, perangkat desa dan BPD diharapkan dapat bersikap netral dan tidak memihak dalam setiap gelaran pemilu maupun pemilukada.
Sikap netral tersebut bertujuan untuk menjaga profesionalitas aparatur pemerintahan desa dalam memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh masyarakat tanpa melihat latar belakang pilihan politik mereka.(Red)