LEMBATA – Sekda Lembata, Paskalis Tapobali mengungkapkan bahwa pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal sudah masuk dalam Ranperda RTRW Kabupaten Lembata.
Hal ini diungkapkan Paskalis saat memberikan tanggapan atas pandangan fraksi terkait Ranperda RTRW Kabupaten Lembata 2023-2043.
Menurut Paskalis, potensi panas bumi Watuwawer yang telah masuk dalam Ranperda RTRW Kabupaten Lembata ini, mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
“Jadi gini, kalau untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi yang ada di Atadei, itu kita mutatis mutandis sudah ada. Mengikuti secara lurus kebijakan pemerintah pusat,” kata Paskalis.
Paskalis menyebutkan bahwa saat ini Kementerian ESDM telah menetapkan panas bumi Watuwawer masuk dalam wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Oleh karena itu dia menjelaskan, surat keputusan dari Kementerian ESDM ini menjadi dasar bagi pemda dan DPRD Kabupaten Lembata menetapkan potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi watuwawer masuk dalam Ranperda RTRW 2023-2043.
Pihak PT PLN pernah menyurati Pemda Lembata terkait survei lanjutan rencana Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Watuwawer ini.
“Kalau beberapa kali itu kami sudah mendapatkan surat pemberitahuan dari PLN. Tahun ini ada surat lagi dari PLN survei atau apa saya lupa,” ungkap Paskalis.
Sebelumnya pada tahun 2017 lalu Kementerian ESDM Republik Indonesia melalui surat keputusan yang diterbitkan, menetapkan Flores sebagai pulau panas bumi, termasuk potensi panas bumi di Watuwawer dengan kapasitas mencapai 10 MW.
Dampak Kerusakan Lingkungan
Menanggapi hal ini, Direktur WALHI NTT, umbu Wulang Tanaamahu Paranggi menjelaskan Lembata masuk dalam wilayah kepulauan Flores dimana Flores telah ditetapkan sebagai pulau geothermal.
Lanjutnya, persoalan geothermal ini juga harus dilihat dari tata kuasanya. Lagi-lagi geothermal yang akan dibangun di Kecamatan Atadei ini bukan tentang kebutuhan masyarakat, melainkan untuk mendukung aktivitas pertambangan di kemudian hari.
“Modelnya sama dengan pembangunan Geothermal di Wae Sano, Manggarai Barat. Di Wae Sano, geothermal dibangun untuk mendukung potensi pariwisata. Lalu, di Lembata dibangun untuk mendukung potensi apa selain pertambangan,” ujar Umbu Wulang dalam keterangan tertulisnya.
Geothermal pun akan berdampak pada kerusakan lingkungan yang cukup parah terutama pertanian. Selama ini masyarakat hanya dijelaskan manfaat. Namun, dampak geothermal maupun tambang emas atau tambang, tidak pernah disampaikan.
Lagi pula, Lembata merupakan pulau yang cukup lengkap dengan berbagai macam bencana baik itu bencana hidrometeorologi, geologi, vulkanologi dan biologi.
“Lembata ini kan salah satu pulau yang cukup lengkap bencananya. Artinya keterancamannya lebih besar. Kalau aktivitas geothermal ini berjalan maka semakin menambah keterancaman di Lembata,” tutup Umbu Wulang.(Red)