LEMBATA – Gedung Pasar Balauring di Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata dilaporkan mulai rusak. Sebagian besar dari bangunan itu tampak memprihatinkan. Bahkan, lebih parah lagi, bangunan pasar itu pun dilaporkan menjadi tempat maksiat.
Hal ini disampaikan Rusliudin Ismail, anggota DPRD Kabupaten Lembata dalam rapat Paripurna DPRD Lembata, Rabu (1/2/2023).
“Banyak bagian sudah rusak sekali, selama ini kan tidak dimanfaatkan dan jadi tempat maksiat,” ungkap Rusliudin yang akrab disapa Wakong.
Wakong prihatin dengan kondisi bangunan gedung Pasar Balauring yang sudah bertahun-tahun tidak pernah dimanfaatkan.
Menurut dia, kalau bangunan sebesar itu tidak digunakan maka sama halnya pemerintah menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak ada asas manfaat.
Bahkan, politisi PKS asal Balauring ini pun menilai bahwa pemerintah daerah tidak pernah becus mengurus semua aset yang sudah dibangun menggunakan uang rakyat.
Padahal, sebut dia, anggaran yang digunakan untuk membangun gedung pasar itu nilainya mecapai miliaran rupiah.
Karena itu, mantan kepala desa Balauring ini mendesak pemerintah daerah untuk memikirkan bagaimana caranya agar gedung pasar itu bisa digunakan oleh masyarakat.
“Buktinya bangunan pasar Balauring itu ditambah beberapa aset lainnya seperti, rumah sakit penyangga dan pasar Pada di Lewoleba, itu kan tidak pernah digunakan sampai sekarang,” sebut Wakong.
Terpisah, pada Kamis (2/2/2023) ketika mantau lokasi Gedung Pasar Balauring di Kecamatan Omesuri, Penjabat Bupati Lembata Marsianus Jawa mengaku kecewa karena gedung super besar yang dibangun menggunakan Dana Tugas Pembantuan Kementerian Perdagangan senilai Rp 3.7 miliar itu tak ditempati para pedagang sejak selesai didirikan. Kondisinya memprihatinkan dan mubazir.
Sewaktu meninjau semua kondisi gedung pasar itu, Marsianus menemukan banyak sekali bagian gedung yang sudah mulai rusak dengan kondisi memprihatinkan. Plafon dan pintu jebol, tembok putih yang penuh dengan coretan, lantai kotor dan rolling door yang tampak rusak.
Kepala Dinas Koperindag Kabupaten Lembata Longginus Lega berujar sebelum gedung pasar dibangun, sudah ada enam pedagang yang menempati lokasi tanah tersebut untuk berdagang secara tetap. Mereka sudah memegang kuitansi jual beli tanah. Jadi, ketika gedung dibangun, enam pedagang itu kemudian diprioritaskan lagi untuk menempati gedung baru itu.
“Tapi rupanya menurut mereka terlalu kecil lokasinya,” ujar Longginus.
Pedagang lainnya pun tidak mau menempati gedung itu. Jadi, mereka pun tetap berdagang di pinggir jalan.
“Kita bangun di lahan orang punya. Saya heran eselon 2 dan eselon 3 tidak berpikir selesaikan ini tidak ada upaya untuk selesaikan ini sejak tahun 2019,” keluhnya.
Marsianus minta camat dan kepala desa memfasilitasinya bertemu dengan enam orang pedagang tersebut untuk mencari jalan keluar.
Dia tegaskan gedung itu harus dimanfaatkan oleh para pedagang supaya pasar tidak tampak kumuh dan tidak terawat lagi.(Red)