LEMBATA – Setelah sukses membangun Hadakewa Night Paradise di Hadakewa, Pemerintah Desa Hadakewa di Kecamatan Lebatukan, kembali membangun inovasi baru di sektor ketahanan pangan.
Memanfaatkan lahan seluas 100 meter, berbagai jenis holtikultura seperti terung, lombok, tomat, kacang panjang, kangkung, mentimun dan kol hingga tanaman penyedap rasa seperti sere, lada dan kunyit tumbuh subur diatas tanah itu.
Kebun holtikultura ini dibuka di dalam kawasan wisata Pantai Hadakewa. Letaknya tidak jauh dari garis pantai. Dan sekarang, lokasi itu disulap menjadi destinasi wisata baru. Namanya Agrowisata.
“Selain ketahanan pangan, ada sisi lainnya disini, namanya agrowisata,” sebut Kepala Desa Hadakewa, Klemens Kwaman ketika ditemui di kebun Holtikultura Hadakewa, Senin (7/2/2023).
Ide membuka kebun holtikultura ini lahir sejak Klemens mulai membangun dan menata wisata Pantai Hadakewa pasca menjabat kepala desa periode pertama.
Waktu itu, Klemens sudah membayangkan bahwa, suatu saat Hadakewa tidak saja memiliki wisata pantai yang menarik, namun akan ada pengembangan spot baru. Dan terbukti, lewat program ketahanan pangan holtikultura tahun 2022, agrowisata Hadakewa pun dikembangkan.
Menurut dia, konsep ini dirancang untuk memastikan ketersediaan sayur-sayuran organik segar di Hadakewa, memberi contoh kepada masyarakat tentang bagaimana cara mengembangkan holtikultura, sekaligus menjadikan lokasi itu destinasi agrowisata.
“Sekaligus tunjuk kepada masyarakat soal ketahanan pangan itu seperti ini,” ungkap Klemens Kwaman.
Program pariwisata dan ketahanan pangan ini pun dianggap memberi dampak positif terhadap pendapatan asli desa (PAD) dan bisa meningkatkan ekonomi masyarakat.
Ketua Asosiasi Kepala Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Lembata ini pun mengaku bahwa kebutuhan bahan baku selama setahun untuk kuliner di wisata Pantai Hadakewa mencapai puluhan juta rupiah.
Dia mencontohkan, kebutuhan akan lombok saja mencapai Rp 4 jutaan, tomat mencapai Rp 5,7 juta, wortel Rp 580 ribu, kangkung Rp 350 ribu dan kunyit Rp 2 jutaan.
Karena itu, dengan adanya lahan pertanian organik, Klemens harap uang jutaan rupiah itu bisa beredar di dalam Desa Hadakewa saja sebagai wujud dari kemandirian pangan dan stabilnya ekonomi warga desa.
“Uang harus berputar dalam Hadakewa, bayangkan saja, disini ada 300 KK, sehari bisa beli sayur 10 ribu, itu kan kurang lebih bisa 3 jutaan. Uang 3 juta ini kalau tipa hari kita jaga di Hadakewa untuk tidak keluar kan aman. Kestabilan ekonomi diukur dari perputaran uang disini,” terang Klemens Kwaman.
Lebih jauh, dia menjelaskan bahwa, pertanian organik itu pada awalnya dibiayai dari dana desa. Warga yang punya lahan itu tinggal mengelolanya saja.
Tetapi, kemudian dia menyadari bahwa pemerintah desa tidak bisa terus memberikan intervensi anggaran kepada pengelola. Jika konsep ini sudah berjalan baik, tentu perlu ada kemandirian dari pengelola dari hasil panennya tersebut.
Untuk kebutuhan agrowisata, Klemens nantinya akan membuka tempat itu kepada para pengunjung pantai Desa Hadakewa. Wisatawan bisa sendiri memanen sayur-sayuran yang ada, bahkan bisa memilih sendiri sayuran organik tersebut untuk langsung dinikmati di tempat kuliner.
“Kami juga akan bikin rumah pohon, supaya wisatawan bisa menikmati view lahan pertanian ini dari ketinggian,” tandasnya.
Dia optimistis, lahan pertanian organik itu punya efek ganda yang luar bisa untuk perkembangan desa.
“Menanam di pinggir pantai itu butuh seni dan kreatifitas, itu konsep dan kuncinya,” tandas salah Kades yang kaya akan inovasi ini.(Red)