Krisis Air Bersih Desa Tanalein, Masyarakat Menderita, Pemerintah Pura-Pura Buta

DESA TANALEIN, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, kembali mengingatkan kita pada wajah telanjang ketidakadilan pembangunan di wilayah itu. Selama bertahun-tahun, sekitar 900 jiwa di desa tersebut hidup dalam krisis air bersih yang kian parah, seolah pemerintah benar-benar menutup mata dan telinga atas penderitaan rakyat kecil.

Debit air di Tanalein terus menurun dari tahun ke tahun, hingga memaksa masyarakat menggunakan air seadanya yang jauh dari kata layak konsumsi.

Ironisnya, mereka yang punya sedikit kemampuan ekonomi harus merogoh kocek dalam-dalam membeli air bersih dari desa lain dengan Rp400 ribu per mobil tangki berisi 5.000 liter, atau Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per drum. Angka itu jelas mencekik, mengingat mayoritas warga hanya berpenghasilan rendah dan nyaris tak sanggup menanggung biaya sebesar itu.

Sementara itu, bagi mereka yang tidak mampu membeli, tak ada pilihan selain mengkonsumsi air kotor yang menyebabkan penyakit kulit, diare, hingga berbagai penyakit menular lain. Di tengah kondisi ini, apakah pemerintah desa masih punya hati nurani?

Herman Huller, tokoh muda asal Tanalein yang kini berdomisili di Lewoleba, Lembata, dengan lantang menyuarakan keprihatinannya.

Ia menegaskan bahwa pemerintah seharusnya bertanggung jawab penuh atas krisis ini, karena sudah diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang itu menurut Herman, bukan sekadar pajangan di lembaran negara. Hak rakyat atas air bersih adalah kewajiban negara untuk memenuhinya.

Namun faktanya, menurutnya, krisis air bersih di Tanalein justru menunjukkan betapa abainya pemerintah terhadap pelayanan publik yang paling mendasar yakni air.

Akibatnya, aktivitas sehari-hari masyarakat terhenti setengah jalan. Memasak, mencuci, hingga sanitasi dasar menjadi masalah besar. Lebih jauh, kondisi ini berpotensi menurunkan kualitas kesehatan dan produktivitas masyarakat.

“Sehingga kita sangat mengharapkan langkah cepat dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat TANALEIN,” ungkap Herman Huller kepada katawarga.id, Selasa 2 September 2025.

Krisis air bersih di Tanalein adalah potret kecil dari ironi besar di negeri yang katanya kaya sumber daya, rakyat di pelosok masih harus berjuang keras demi setetes air bersih.

Pertanyaannya, sampai kapan warga dibiarkan bertahan dengan air kotor, sementara pejabat sibuk berkoar-koar soal pembangunan?(*)