TIGA hari pembahasan KUA PPAS Perubahan APBD Lembata Tahun 2025 berjalan, suasana rapat antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Lembata kian memanas. Pimpinan DPRD Lembata, Frans Gewura, tak menutup-nutupi bahwa situasi rapat terasa “tidak bersahabat” bahkan mendekati buntu.
Bukan tanpa alasan. Fakta pahitnya, keuangan daerah 2025 terjun bebas. Dari lebih Rp800 miliar, kini hanya sekitar Rp700 miliar—anjlok lebih dari Rp56 miliar. Penyebabnya jelas, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 dan Peraturan Menteri Keuangan yang memangkas alokasi anggaran.
Kondisi semakin parah saat masuk pembahasan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Angka target terjun bebas Rp11,6 miliar atau 23,87%, dari Rp48,6 miliar menjadi hanya Rp37 miliar. Pendapatan transfer pun ikut menyusut. Dari APBD murni Rp901,3 miliar, pasca terbit Inpres, turun menjadi Rp831,7 miliar.
Belum cukup diiris, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/833/SJ tanggal 23 Februari 2025 kembali mengubah peta anggaran, sesuai amanat pasal 164 ayat (5) PP Nomor 12 Tahun 2019. Dampaknya, proyeksi APBD Perubahan 2025 hanya Rp786,7 miliar—terpangkas Rp57,9 miliar atau 6,86%.
Frans Gewura menegaskan, kondisi ini tak boleh dibiarkan menjadi ajang saling lempar kesalahan antara eksekutif dan legislatif.
“KUA harus didesain ulang agar memberi ruang mencari objek PAD baru. Pemerintah harus fokus mencari peluang untuk menambah fiskal daerah,” ujarnya tegas.
Ia juga menohok kebiasaan pemerintah daerah yang gemar melakukan perjalanan ke pusat hanya untuk urusan koordinatif.
“Waktu dan energi itu seharusnya dipakai untuk negosiasi strategis dengan kementerian dan lembaga demi mengamankan tambahan dana bagi Lembata,” kritiknya.
Peringatan Frans sederhana tapi memukul, jika pola kerja tetap seperti ini, Lembata akan terus terjebak dalam masalah klasik tentang ketiadaan uang.
“Rakyat akan tetap mendengar alasan yang sama: uang tidak ada,” pungkasnya.(*)