KELANGKAAN Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di Kabupaten Lembata kembali menjadi sorotan. Dugaan penyaluran tidak tepat sasaran, praktik suap terselubung di SPBU, serta penyalahgunaan barcode oleh oknum tak bertanggung jawab, diduga menjadi akar masalah.
Dalam pertemuan antara Organisasi Angkutan Darat (Organda) dan Komunitas Sopir Angkutan Umum Kabupaten Lembata bersama DPRD Lembata pada Selasa, 5 Agustus 2025, terungkap berbagai indikasi praktik curang dalam distribusi BBM subsidi.
Mainan Uang Pelicin
Disebutkan oleh para sopir, praktik bayar lebih kepada oknum pegawai SPBU sudah menjadi rahasia umum. Uang pelicin ini disebut-sebut sebagai syarat tak tertulis untuk bisa mendapatkan BBM bersubsidi—bahkan di luar jam operasional.
“SPBU utamakan nelayan yang punya barcode. Satu orang bisa punya lebih dari lima barcode. Kendaraan proyek pun masih antre. Pegawai SPBU ini pemain semua,” kata Ahmad Abu, Penanggung Jawab Komunitas Sopir.
Hal senada diungkapkan sopir angkutan umum Asep Lelangrian. Ia menyebut stok BBM sering diklaim habis, tapi nyatanya tetap dilayani untuk barcode tertentu hingga malam hari, bahkan saat SPBU resmi tutup.
Barcode Jadi Alat Penyimpangan
Ketua Organda Kabupaten Lembata, Valentinus Ola, menyampaikan bahwa menurut data Dinas Perhubungan Tahun 2024, terdapat 390 unit kendaraan angkutan umum di Lembata. Namun, mereka makin sulit memperoleh BBM karena barcode nelayan dan kendaraan proyek mengambil porsi besar.
Lebih mengejutkan lagi, barcode yang seharusnya khusus untuk nelayan diduga jatuh ke tangan yang tidak berhak.
“Ada oknum, suaminya cuma tukang terali, tapi punya lima barcode. Bahkan yang bukan warga pesisir bisa dapat barcode. Ini sudah sistemik,” ungkap Ola.
Ia mendesak Dinas Kelautan dan Perikanan untuk menertibkan distribusi barcode dan meminta Dishub menindak kendaraan proyek dan pribadi yang membeli BBM subsidi secara ilegal.
Dewan Marah, Pemerintah Janji Tindak
Wakil Ketua II DPRD Lembata, Fransiskus Xaverius B.N., menegaskan perlunya pencocokan data barcode dan menyebutkan bahwa Lembata memang mengalami penurunan kuota solar subsidi sebesar 191 ton di 2025. Namun, ia meyakini bahwa kelangkaan ini tak akan terjadi jika distribusi dilakukan secara adil.
“Barcode harus ditertibkan. Itu solusi konkret. Bahkan harus ada pemisahan waktu antre antara kendaraan umum dan nelayan pemegang barcode,” tegasnya.
DPRD dan peserta audiens sepakat membentuk Satgas Pengawasan BBM, melakukan pembekuan sementara barcode, dan memperkuat pengawasan terhadap kinerja SPBU.
Anggota DPRD, Gaspar Apelaby, menyebutkan bahwa banyak proyek swasta dan pemerintah masih memakai BBM subsidi. “Itu pelanggaran. Harus disikat,” katanya lantang.
Mafia Akan Ditindak?
Menanggapi laporan dan tekanan DPRD, Sekretaris Daerah Kabupaten Lembata, Paskalis Ola Tapobali, mengungkapkan bahwa Pemda telah mengeluarkan surat resmi kepada empat SPBU pada 17 Juli 2025.
Dalam surat tersebut ditegaskan, prioritas diberikan untuk kendaraan bermotor, rekomendasi (barcode) dibatasi dan SPBU wajib diawasi secara ketat.
“Kita akan bentuk satgas BBM. Sambil menunggu, Satpol PP sudah diperintahkan melakukan pengawasan. Pegawai SPBU yang terbukti bermain akan ditindak tegas,” kata Tapobali.