SKEMA pembagian los pasar di Pasar Pada, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata kembali menyisakan luka dan kekecewaan mendalam bagi sejumlah pedagang lama. Salah satunya adalah Melkianus Tarru Happu, pedagang yang telah lebih dari satu dekade menggantungkan hidupnya dari aktivitas jual beli di pasar tersebut.
Kepada katawarga.id, di kantor bupati Lembata, Rabu 6 Agustus 2025, Melkianus mengungkap adanya praktik ketidakadilan dan dugaan kuat nepotisme dalam distribusi los pasar baru yang dibangun pemerintah.
Awalnya, sebanyak 51 pedagang yang terdampak pembangunan Los Pasar Pada, termasuk Melkianus dan istrinya, diundang oleh Dinas Koperindag Lembata pada 7 Februari 2025 untuk membahas penempatan.
Dalam forum resmi itu, Kadis Koperindag menjanjikan akan menyerahkan kunci kepada masing-masing pedagang, namun ditunda hingga pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Lembata.
Pada Juni 2025, para pedagang kembali diundang untuk menerima kunci secara simbolis di Aula Kantor Bupati. Saat itu Bupati Petrus Kanisius Tuaq menyampaikan bahwa 51 pedagang terdampak akan menjadi prioritas utama. Namun, hanya berselang lima hari setelah janji itu, kejanggalan terjadi.
Ketika penyerahan kunci dilakukan secara keseluruhan oleh Kabid Koperindag di kantor dinas, empat pedagang lama, termasuk istri Melkianus, tidak mendapat jatah los.
Ironisnya, sejumlah pedagang baru justru masuk dalam daftar penerima, bahkan ada yang mendapat dua hingga tiga unit los, termasuk anggota keluarga mereka.
“Saya dan istri sudah lebih dari 10 tahun berdagang di sana. Kami bayar iuran, bayar retribusi, sama seperti yang lain. Tapi saat pembagian los, saya hanya dapat satu, istri saya tidak dapat. Alasannya kami satu keluarga. Tapi kenyataannya, ada keluarga lain dapat dua bahkan tiga los” ujar Melkianus.
Yang lebih memprihatinkan, Melkianus menyebut bahwa 8 pedagang penerima lebih dari satu los memiliki kedekatan politik dengan Wakil Bupati Muhammad Nasir, bahkan koordinator pasar yang sekarang adalah tim sukses Nasir sendiri.
“Koordinator pasar itu dapat lebih dari satu los. Dia orang dekat Wakil Bupati. Ini sudah bukan sekadar ketidakadilan, ini monopoli,” kata Melkianus.
Tidak tinggal diam, Melkianus mengaku telah melaporkan persoalan ini kepada anggota DPRD Lembata dari Partai NasDem, John Batafor, berharap adanya intervensi lembaga legislatif untuk membongkar praktik timpang tersebut.
Ada yang Diistimewakan
Yang paling mengusik adalah fakta bahwa beberapa pedagang baru yang tidak tercatat sebagai pedagang terdampak pembangunan mendapat los pasar secara utuh, bahkan ganda. Salah satunya disebut mendapat los atas nama dirinya dan anaknya.
“Saya tanyakan ke Dinas, jawabannya karena saya dan istri satu keluarga, jadi cukup satu los. Tapi kenapa orang lain bisa dua atau tiga? Itu tidak adil,” ungkap Melkianus.
Lebih lanjut, ia mengindikasikan bahwa kedekatan politik menjadi kunci utama dalam pembagian jatah los, bukan masa kerja, kontribusi, atau keaktifan membayar retribusi.
Tuntutan Keadilan
Melkianus dan pedagang lainnya kini menuntut transparansi dan audit menyeluruh terhadap proses pembagian los pasar. Mereka berharap pemerintah, terutama Bupati Lembata, tidak tutup mata terhadap ketimpangan yang mencederai prinsip keadilan sosial.
Jika tidak segera diselesaikan, mereka khawatir pasar akan dikuasai oleh elite politik lokal, meninggalkan pedagang kecil yang telah puluhan tahun membangun ekonomi dari bawah.
“Kami bukan minta lebih. Kami hanya minta keadilan,” ucap Melkianus.