No Result
View All Result
PERNYATAAN blak-blakan datang dari Diki, pemilik Toko Rukun Jaya, yang tanpa ragu mengungkap praktik ilegal yang dijalankan tokonya selama ini.
Dalam wawancara dengan katawarga.id, Sabtu 10 Mei 2025, Diki mengaku menjual rokok ilegal dalam jumlah besar setiap bulan mencapai ratusan slop.
“Arrow bisa 2 dus satu bulan, Rastel bisa 3 dus satu bulan, Cappucino bisa 5 dus satu bulan, masing-masing dus 80 slop,” kata Diki dengan nada datar, seolah menjajakan produk ilegal bukanlah sebuah pelanggaran hukum, melainkan strategi dagang biasa.
Pengakuan ini menguak wajah gelap bisnis eceran di tingkat lokal, sekaligus menampar wajah penegakan hukum yang tumpul.
Ketika pelaku terang-terangan bicara soal pelanggaran hukum, tanpa rasa takut atau malu, publik patut bertanya: di mana peran pengawas? Di mana tindakan tegas dari aparat?
Diki menyebut, maraknya peredaran rokok ilegal bukan hal aneh.
“Semua toko juga jual rokok ilegal,” tambahnya.
Menurut data Bea Cukai, peredaran rokok tanpa pita cukai menyebabkan kerugian negara hingga triliunan rupiah tiap tahunnya.
Namun ironisnya, pelaku seperti Diki justru merasa nyaman menjalankan bisnis gelap itu, seolah hukum tidak berlaku bagi mereka.
Praktik ini bukan hanya merugikan negara, tapi juga masyarakat. Rokok ilegal sering kali tak melalui proses pengawasan kesehatan dan bisa mengandung zat-zat berbahaya yang tidak terdeteksi.
Pengakuan Diki seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah dan aparat penegak hukum.
Jika seorang pengusaha kecil bisa dengan bebas menjual rokok ilegal dalam skala puluhan dus tiap bulan, berapa banyak lagi yang terjadi di luar sana tanpa terdeteksi?
Hingga berita ini ditulis, belum ada tindakan tegas dari aparat terhadap Diki dan tokonya. Publik menuntut: cukup sudah pembiaran. Hukum harus bekerja, bukan hanya untuk pencitraan, tapi demi keadilan dan integritas negara.(*)
No Result
View All Result