PETANI SORGUM di Kabupaten Lembata Nusa Tenggara Timur kembali mengulang sukses panen tanaman sorgum. Sukses panen kali ini, Kamis, 23 Mei 2024 mengulang sukses beruntun selama 9 tahun berturut-turut sejak mereka mulai menanam sorgum pada 2016 silam.
Dari total 15 anggota Kelompok Tani Ile Nogo Dusun A Desa Wuakerong, total lahan sorgum tahun 2024 adalah seluas 16 hektar. Jumlah ini tersebar pada lahan masing-masing anggota dengan kisaran luas lahan tiap anggota antara 0,5-1 hektar.
Perayaan syukur panen salah satu tanaman pangan kaya nutrisi ini ditandai dengan beramai-ramai memanen sorgum pada kebun milik Vibronia Peni, yang juga Ketua Kelompok Tani Sorrgum Ile Nogo.
Oni, demikian Vibronia akrab disapa, mengaku sangat gembira dengan keberhasilan panen sorgum tahun 2024.
“Kami senang karena akhirnya berhasil panen. Waktu tanam sempat khawatir karena hujan tak menentu. Tanaman lain seperti padi dan jagung banyak yang hasilnya kurang maksimal. Tapi dengan sorgum, kami berhasil. Kami punya pangan dari kebun sendiri.
Kebetulan stok sorgum yang tahun lalu sudah habis jadi ini sangat membantu” terang Oni sumringah sembari jemarinya cekatan memetik malai-malai sorgum yang butir-butirnya sudah keras memutih.
Kegembiraan serupa juga dirasakan Paulus Lasar. Ayah 6 anak ini juga menikmati panenan yang menggembirakan. Lahan sprgum miliknya, di sebelah barat pemukiman Desa Wuakerong berhasil bagus.
Perayaan panen sorgum tahun 2024 oleh petani sorgum Wuakerong didampingi juga oleh tim dari Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Keuskupan Larantuka (Yaspensel).
Direktur Yaspensel, RD Benyamin Daud (Romo Benya) turun langsung dalam giat panen yang dimulai sejak pukul 07.00 wita. Romo Benya didampingi sejumlah staf lapangan dan Maria Loretha selaku Program Manajer.
Lembaga pemberdayaan milik Keuskupan Larantuka inlah yang pertama kali memperkenalkan sogum kepada petani Desa Wuakerong pada 2016.
Selama 9 tahun bermitra, Romo Benya mengaku senang karena kelompok tani sorgum Ile Nogo tetap konsisten mengembangkan tanaman sorgum.
“Kami senang karena sejak pertama kali mengenalkan sorgum, mereka (Kelompok Tani Ile Nogo Wuakerong, red) masih terus tanam sorgum. Tanaman ini memang harus tetap jadi pilihan petani karena tidak semua jenis tanaman pangan bisa tumbuh dan berhasil dengan kondisi cuaca yang tidak menentu akibat perubahan iklim. Namun sorgum itu bisa membantu,” tandas Imam Katholik asal Desa Leuwayan Lembata ini bahagia.
Yaspensel memang punya program utama pendampingan petani untuk pengembangan tanaman pangan lokal yang sudah banyak terlupakan. Salah satu yang jadi bidikan Yaspensel adalah tanaman sorgum. Selain pendampingan dalam budidaya, para petani juga didampingi untuk manajemen pasca panen hingga pengolahan aneka produk turunan dari sorgum.
Aneka makanan hasil olahan sorgum juga dihadirkan sebagai menu makan usai kegiatan panen. Ada bubur dan kolak sorgum serta aneka kue seperti cake dan kue kering sorgum.
Maria Loretha, Program Manajer Yaspensel menyebutkan, hasil baik yang ditunjukkan petani sorgum Wuakerong menunjukkan bahwa tanah Lembata memang diberkati untuk tanaman serealia yang dikenal dengan julukan gluten free ini.
Selain itu, tambah Loretha, hasil panen dn aneka olahan makanan ini harusnya segera menyadarkan masyarakat dan pemerintah Lembata bahwa keberadaan tanaman pangan lokal seperti sorgum adalah penolong agar masyarakat tidak harus menderita krisis pangan.
“Panen dan olahan-olahan seperti ini bukti bahwa kita tidak harus mengalami yang namanya krisis pangan. Bahwa kita tidak harus panik gara-gara beras mahal. Ini hanya soal keberanian dan keberpihakan pemerintah untuk berpihak pada petani dan juga berpihak pada iklim yang khas di Lembata. Kalau iklim kita begini buatlah program pertanian yang sesuai dengan iklim agar bisa berhasil seperti ini,” terang Maria Loretha.(redaksi/)